Rabu, 13 April 2011

Mahasiswa di Persimpangan Jalan

Mahasiswa merupakan sosok pemuda yang memiliki semangat dan potensi luar biasa dalam dirinya. Secara pendidikan ia memiliki kesempatan untuk menggali dan memperdalam ilmu, dibandingkan dengan tingkat pendidikan sebelumnya, di kalangan mahasiswa budaya tradisi ilmiah sangat dipertanggung-jawabkan, ia harus mempersiapkan materi yang dibebankan padanya dengan sedemikian matang sehinga mampu menghadirkan kepada teman-temannya dalam bentuk dialogis.
Selain tanggung jawab akademik, mahasiswa juga memiliki tanggung jawab terhadap sekitar lingkungannya dimana ia berada, yang memiliki kesan sebagai penerus generasi sekaligus pioner perubahan yang membawa angin segar bagi kemaslahatan umat. Di pundak pemudalah urusan umat menjadi tanggung jawabanya, sebagai mana sabda Nabi Saw.
Melihat realita sekarang, banyak mahasiswa tidak lagi memiliki greget dalam keseriusan akademiknya, banyak kita jumpai maraknya mahasiswa yang nongkrong di warung kopi sekitar kampus, sembari membincangkan permasalahan ngalor ngidul yang tidak jelas. Makalah yang dipresentasikan tidak lagi dapat dipertanggungjawabkan, sebagian besar hanya copy paste.
Bahkan sudah menjadi rahasia bersama, dalam skripsipun banyak yang diperjual belikan. Karena tujuan kuliah hanya sekedar untuk mendapat gelar sarjana, sehingga kesempatan mencari pekerjaan lebih mudah. Apalagi jika melihat dari kepekaan sosial mahasiswa. Bergesernya gerakan mahasiswa dalam masyarakat sangat menjauh.
Mereka tidak lagi menobatkan dirinya sebagai agent of social change, tapi sebaliknya pemikiran dan tingkah laku mereka mengikuti budaya jahiliyah modern yang terus didengungkan musuh Islam, sehingga eksistensi sebagai mahasiswa pudar bahkan layu. Ideologi hedonis dan pragmatis kini menyatu dalam keseharian kebanyakan mahasiswa.
Generasi alay, mereka bangga akan itu, dengan setumpuk alasan, pemuda yang mengikuti perkembangan zaman, melek tekhnologi, kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sehingga tingkah lakunya tidak lebih dari sampah masyarakat. Berfoya-foya dan menghabiskan masa muda untuk kesenangan sesaat, tanpa melihat kegigihan orang tua dalam membiayai perkuliahan anaknya dengan harapannya kelak, ia menjadi orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan bangsanya.
Gerakan Mahasiswa dalam Panggung Sejarah
Dalam sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia, Budi Utomo merupakan wadah pertama kali kemahasiswaan modern, didirikan di jakarta 20 mei 1908 oleh pelajar dan mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA. Wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordalisme jawa yang ditampilkannya.
Kehadirannya merupakan suatu episode sejarah Indonesia: generasi 1908, dengan tujuan utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan untuk memperoleh kemerdekaan dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
Pada tahun 1965 dan 1966 mahasiswa banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan orde baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah “Angkatan 66”, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional. Angkatan 66 mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang komunis, yang ditunggangi PKI (partai komunis indonesia).
Pada tahun 1972, mahasiswa juga melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara, yang digunakan untuk proyek-proyek ekslusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan, misalnya pembangunan TMII. Protes terus berlanjut dengan isu harga beras naik, di tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai meletusnya demonstrasi memprotes PM jepang pada peristiwa Malari.
Disusul gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya KKN, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa presiden soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini, di antaranya: peristiwa Cimanggis, tragedi trisakti, bahkan masjid UI salemba, diabadikan dengan nama seorang mahasiswa UI salemba, dengan menjadi masjid Arief Rahman Hakim.
Refleksi Mahasiswa dari Panggung Sejarah
Setelah kita melihat mahasiswa dalam sejarah, tentunya kita bangga akan hal itu, terlebih sebagai mahasiswa, namun pertanyaannya apakah kita hanya cukup dengan itu, sejarah dapat digunakan sebagai respirit kawula mahasiswa dalam pengabdiannya kepada masyarakat dan turut berperan aktif membangun negri.
Tugas pokok mahasiswa adalah pengembangan intelektual, tidak salah jika dalam indek prestasinya ia mendapat nilai yang memuaskan. Namun sangat disayangkan sebagai mahasiswa yang dalam jiwanya memiliki semangat berapi-api, jika hanya terfokus pada pengembangan intelektual saja tanpa ada kepekaan sosial.
Mahasiswa yang peduli terhadap masyarakat, tidak harus dicerminkan dengan demonstrasi, banyak lahan yang mesti digarap oleh mahasiswa. Pengabdian masyarakat sebagai salah satu tri dharma kampus, tidak boleh dilupakan oleh mahasiswa. Berapa banyak masyarakat yang masih hidup di garis kemiskinan, kebodohan warga menjadi bahan olokkan negara tetangga. Kapitalisme pendidikan dan kesehatan terus menghantui sebagian besar masyarakat serta kesyirikan menjadi makanan sehari-hari warga.
Kesemrawutan bangsa tentu bukanlah PR besar bagi mahasiswa, karena singkatnya waktu yang dimiliki mahasiswa dalam jejang perkuliahan. Mahasiswa bagian dari masyarakat tentu tidak bisa lepas dari realita yang ada, sebagai generasi penerus ia harus peka terhadap situasi yang ada, dengan konsentarasi yang dambil, seorang mahasiswa menekuni bidangnya, yang kemudian berguna bagi masyarakat.
Sebagai mahasiswa tidak lagi hanya mengejar sks, namun juga harus peka mengejar situasi yang ada, baik ekonomi maupun politik dan berita lainnya. Karena sejatinya mahasiswa adalah bagian dari masyarakat dan berusaha sebagai pemecah masalah, sesuai dengan kapasitasnya, minimal dengan diskusi kecil sesama mahasiswa ataupun dengan menulis di media, terkait perkembangan politik, terlebih sebagai mahasiswa komunikasi penyiaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar